2.
Melapangkan tempat tinggal.
Maksudnya adalah melazimi (mendiami) rumah/tempat tinggalnya
dengan menyibukkan diri dalam berbagai ketaatan kepada Allah yakni dengan
memperbaiki rumah tangga yang ada, seperti menjaga diri dan keluarga agar
senantiasa taat kepada apa yang telah Allah swt syariatkan. Syaikh Shalih al Munajjid menyebutkan, Rumah
Adalah Nikmat. Allah swt berfirman :
"Dan sesungguhnya
Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal."
(An-Nahl : 80) Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah swt menyebutkan kesempurnaan nikmatNya atas
hambaNya, dengan apa yang Dia jadikan bagi mereka rumah-rumah yang merupakan
tempat tinggal mereka. Mereka kembali kepadanya, berlindung dan memanfaatkannya
dengan berbagai macam manfaat"1.
Adapun
rasa syukur atas
nikmat ini bias kita wujudkan dengan memperbaiki rumah tangga, diantaranya dengan
mengamalkan ayat Allah swt:
ياأيها
الذِيْنَ ءَامَنُــوا قــُــــــــــوْا أَنْفُسَكُمْ وَ أَهْلِيْكُمْ نـــَارًا
"Hai orang-orang yang beriman jagalah
dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka" (Qs. at-Tahrim : 6).
Ali r.a. berkata : didik
dan ajarilah mereka. Ibnu Abbas r.a. mengatakan :
اعْمَلُــــوا
بطاعةِ اللهِ، وَاتَّقُوا مَعَاصِي الله، ومُروا أهلِيـْــكم بالذكرِ، يُنجِيكم اللهُ
مِن النار.
“Beramallah dengan memperbanyak ketaatan kepada Allah, dan
jauhi maksiat, serta perintahkan keluargamu untuk selalu mengingat Allah, niscaya
Allah menyelamatkanmu dari api neraka”. Dan Ibnu Katsir berkata bahwa makna
ayat ini adalah hadits rasulullah :
مُرُوا
الصَّبِي بِالصَّلاة إذا بلغ سبعَ سنينَ، فَإذا بلغَ عشرَ سنينَ فاضربوهُ عليهَا (رواه الإمام أحمد، وأبو داود، والترمذي)
Para fuqaha’ menambahkan : “Hal ini juga
berlaku pada shaum dan ibadah lainnya, sebagai bentuk
latihan, sehingga ketika mencapai baligh mereka sudah terbiasa dengan ibadah,
taat kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan dan meninggalkan kemungkaran.
Kemudian mengamalkan sabda Rasulullah saw berikut :
مثلُ البيتِ
الذي يُذكرُ الله فيهِ و البيت الذي لاَ يُذكرُ الله فيهِ مثلُ الحَيِّ وَ المَيِّتِ
"Perumpamaan rumah yang di dalamnya ada dzikrullah, dan
rumah yang tidak ada dzikrullah di dalamnya adalah (laksana) perumpamaan antara
yang hidup dengan yang mati". (Hadits riwayat Muslim dan Abu Musa)
Rasulullah menegaskan
dalam hadits lain : "Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian
sebagai kuburan! Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya
surat Al-Baqarah".(HR. Muslim). Karenanya rumah harus dijadikan
sebagai tempat untuk melakukan berbagai macam dzikir, baik itu dzikir dalam
hati maupun dengan lisan, shalat, atau membaca shalawat dan Al-Qur'an, atau
mempelajari ilmu-ilmu agama, atau membaca
buku-buku lain yang bermanfaat.
3.
Menangisi kesalahan yang
telah diperbuat.
Karena
setiap bani adam pasti melakukan kesalahan, maka akan amat sangat pantas jika
diri mereka menangisinya. Kalaulah
misalkan seseorang tidak bisa menangisi kesalahannya, minimal bersegera beristigfar
dan kembali mengingat Allah serta menyesali dan
menghitung-hitung kesalahan yang telah diperbuat. Umar bin Khathab r.a berkata
:
حَاسِبُوْا أَنفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِّنوُا
أَنفسَكم قَبلَ أن تُوَزَّنوا، فإنه أَخَفَّ عليكم في الحساب غدًا أَن تحاسبوا
أنفسكم اليومَ
“Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan
timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena sesungguhnya hisab yang
kalian lakukan hari ini akan meringankan hisab kalian pada hari esok (akhirat)
”
Bahkan Rasulullah saw bersabda :
((يَا أَيُّهَا النَّاسُ
تُوْبُوْا إِلَى اللهِ فَإِنِّيْ أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ))
“Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah, sesungguhnya aku
bertaubat kepada-Nya seratus kali dalam sehari.”( HR. Muslim 4/2076). Dan sabdanya
:
((وَاللهِ إِنِّيْ لأَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ فِي
الْيَوْمِ أَكْثَرُ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً))
“Demi Allah! Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah dan
bertaubat kepadaNya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.”(HR.
Bukhari).
Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata “al-Fawaid” :
التوبَةُ
مِن الذَّنبِ كَشُرب الدواءِ للعَليل وَرُبَّ عِلَّةٍ كَانَتْ سَبَبُ الصِّحَةِ
“Bertaubat dari dosa bagaikan meminum obat untuk menangkal
penyakit dan berapa banyak obat yang karenanya orang menjadi sehat”.
Ibunda Aisyah r.a mengatakan
:
طُوْبي
لمن وَجَد في صَحِيفَتِه استغَفارًا كَثيرا
“Beruntunglah orang-orang
yang mendapati dalam catatan
amal perbuatannya memuat banyak istigfar”[1].
Wallahu A’lam bish Shawab
Referensi :
- Al-Qur’an al-Karim dan terjemahannya.
- ‘arba’uuna nashihah liislahil buyut’, Shalih al Munajjid.
- Kamus al-Mukhtar, Tim Kajian al-Kitabah.
- Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah.
- Riyadhus Shalihin, Imam an-Nawawi.
- Tuhfatul ahwadzi (Syarh Turmudzy), Muhammad Abdurrahman Bin Abdurrahhim.
- al-Fawaid, Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah
- Tafsir Ibnu Katsier.
Writed By : Ibnu Syams
[1]
. Tazkiyatu an-Nafs, hal 51.